Warung Bebas
Tampilkan postingan dengan label Politikus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politikus. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 Januari 2013

Biografi Mahfud MD - Ketua Mahkamah Konstitusi

Biografi Mahfud MD
Mahfud MD terlahir dengan nama lengkap Mohammad Mahfud dilahirkan pada 13 Mei 1957 di Omben, Sampang Madura, Mahfud MD saat ini tercatat sebagai Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) Indonesia, Mahfud MD terlahir dari pasangan Mahmodin dan Suti Khadidjah. Mahmodin, pria asal Desa Plakpak, Kecamatan Pangantenan ini adalah pegawai rendahan di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Mahmodin lebih dikenal dengan panggilan Pak Emmo (suku kata kedua dari Mah-mo-din, yang ditambahi awalan em). Dalam bislit pengangkatannya sebagai pegawai negeri, Emmo diberi nama lengkap oleh pemerintah menjadi Emmo Prawiro Truno. Sebagai pegawai rendahan, Mahmodin kerap berpindah-pindah tugas. Setelah dari Omben, ketika Mahfud berusia dua bulan, keluarga Mahmodin berpindah lagi ke daerah asalnya yaitu Pamekasan dan ditempatkan di Kecamatan Waru. Di sanalah Mahfud menghabiskan masa kecilnya dan memulai pendidikan sampai usia 12 tahun. Dimulai belajar dari surau sampai lulus SD.

Mahfud MD adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, Tiga kakaknya antara lain Dhaifah, Maihasanah dan Zahratun. Sementara ketiga adiknya bernama Siti Hunainah, Achmad Subkhi dan Siti Marwiyah. Latar kehidupan keluarganya yang berada di lingkungan taat beragama membuat pemberian nama arab tersebut penting. Khusus bagi Mahfud, arti dari nama “Mahfud” sendiri adalah “orang yang terjaga”. Dengan nama itu diharapkan Mahfud senantiasa terjaga dari hal-hal yang buruk. Adapun inisial MD di belakang nama Mahfud adalah singkatan dari nama ayahnya, Mahmodin, dan bukan merupakan gelar akademik seperti sebagian orang menganggapnya. Sebenarnya sampai lulus SD tidak ada inisial MD di belakang nama Mahfud. Baru ketika ia memasuki sekolah lanjutan pertama, tepatnya masuk ke Pendidikan Guru Agama (PGA), tambahan nama itu bermula. Saat di kelas I sekolah tersebut ada tiga murid yang bernama Mohammad Mahfud. Hal itu membuat wali kelasnya meminta agar di belakang setiap nama Mahfud diberi tanda A, B, dan C. Namun karena kode tersebut dirasa seperti nomer becak, wali kelas lalu memutuskan untuk memasang nama ayahnya masing-masing dibelakang nama mahfud. Jadilah Mahfud memakai nama Mahfud Mahmodin sedangkan teman sekelasnya yang lain bernama Mahfud Musyaffa’ dan Mahfud Madani. Dalam perjalanannya, Mahfud merasa bahwa rangkaian nama Mahfud Mahmodin terdengar kurang keren sehingga Mahmodin disingkatnya menjadi MD. Tambahan nama inisial itu semula hanya dipakai di kelas, tetapi pada waktu penulisan ijazah kelulusan SMP (PGA), inisial itu lupa dicoret sehingga terbawa terus sampai ijazah SMA, Perguruan Tinggi, dan Guru Besar. Hal itu disebabkan karena nama pada ijazah di setiap tingkat dibuat berdasarkan nama pada ijazah sebelumnya. Berangkat dari situlah nama resmi Mahfud menjadi Moh. Mahfud MD.

Secara umum, pendidikan atau sekolah Mahfud MD cenderung zig-zag. Maksudnya, rangkaian pendidikannya merupakan kombinasi dari pendidikan agama dan pendidikan umum. Mahfud mengenyam pendidikan dasar dengan belajar agama Islam dari surau dan madrasah diniyyah di desa Waru, utara Pamekasan. Masuk usia tujuh tahun, Mahfud disibukkan dengan belajra setiap harinya. Pagi hari menjalani pendidikan Sekolah Dasar, belajar di madrasah ibtidaiyah pada sorenya, dan menghabiskan waktu malam hingga pagi di surau. Setamat dari SD, Mahfud dikirim belajar ke Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan. Pada masa itu, ada kebanggaan tersendiri bagiorang Madura kalau anaknya bisa menjadi guru ngaji, ustadz, kyai atau guru agama. Lulus dari PGA setelah 4 tahun belajar, Mahfud terpilih mengikuti Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), sebuah sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama yang terletak di Yogyakarta. Sekolah ini merekrut luluan terbaik dari PGA dan MTs seluruh Indonesia.

Mahfud tamat dari PHIN pada 1978, rencananya hendak melanjutkan sekolah ke PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an) di Mesir. Sementara menunggu persetujuan beasiswa, Mahfud coba-coba kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dan Fakultas Sastra (Jurusan Sastra Arab) UGM. Tapi rupanya karena telanjur betah di Fakultas Hukum, Mahfud memutuskan meneruskan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang dirangkapnya dengan kuliah di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada Jurusan Sastra Arab. Namun kuliahnya di Fakutas Sastra tidak berlanjut karena merasa ilmu bahasa Arab yang diperoleh di jurusan itu tidak lebih dari yang didapat ketika di pesantren dulu. Mengingat kemampuan ekonomi orang tua yang pas-pasan, Mahfud giat mencari biaya kuliah sendiri termasuk gigih mendapatkan beasiswa. Hal itu tidak sulit bagi Mahfud, melalui tulisan-tulisan yang dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat dan Harian Masa Kini, Mahfud berhasil mendapatkan honorarium. Begitu juga, beasiswa Rektor UII, Yayasan Supersemar dan Yayasan Dharma Siswa Madura berhasil diperolehnya.

Sejak SMP MD, Mahfud remaja tertarik menyaksikan hingar bingar kampanye pemilu. Disitulah bibit-bibit kecintaannya pada politik terlihat. Pada masa kuliah kecintaannya pada politik semakin membuncah dan disalurkannya dengan malang melintang diberbagai organisasi kemahasiswaan intra universiter seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan Pers Mahasiswa. Sebelumnya Mahfud juga aktif di organisasi ekstra universiter Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pilihannya pada HMI didorong oleh pemahamannya terhadap medan politik di UII. Saat itu untuk bisa menjadi pimpinan organisasi intra kampus harus berstempel sebagai aktivis HMI. Namun dari beberapa organisasi intra kampus yang pernah ia ikuti, hanya Lembaga Pers Mahasiswa yang paling ia tekuni. Sejarah mencatat ia pernah menjadi pimpinan di majalah Mahasiswa Keadilan (tingkat fakultas hukum), ia juga memimpin Majalah Mahasiswa Muhibbah (tingkat universitas). Karena begitu kritis terhadap pemerintah Orde Baru, Majalah Muhibbah yang pernah dipimpinnya pernah dibreidel sampai dua kali. Pertama dibreidel oleh Pangkopkamtib Soedomo (tahun 1978) dan terakhir dibreidel oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo pada tahun 1983.

Biografi Mahfud MD

Lulus dari Fakultas Hukum pada tahun 1983, Mahfud tertarik untuk ikut bekerja, mengajar di almamaternya sebagai dosen dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sekian waktu menggeluti ilmu hukum, Mahfud menemukan berbagai kegundahan terkait peran dan posisi hukum. Kekecewaannya pada hukum mulai terungkap, Mahfud menilai hukum selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan politik. Berangkat dari kegundahan itu, Mahfud termotivasi ingin belajar Ilmu Politik. Menurut Mahfud, hukum tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena selalu diintervensi oleh politik. Dia melihat bahwa energi politik selalu lebih kuat daripada energi hukum sehingga ia ingin belajar ilmu politik. Oleh sebab itu, ketika datang peluang memasuki Program Pasca Sarjana S-2 dalam bidang Ilmu Politik pada tahun1985 di UGM, Mahfud tanpa ragu-ragu segera mengikutinya. Di UGM, Mahfud menerima kuliah dari dosen-dosen Ilmu Politik terkenal seperti Moeljarto Tjokrowinoto, Mochtar Mas’oed, Ichlasul Amal, Yahya Muhamin, Amien Rais, dan lain-lain.

Keputusannya mengambil Ilmu Politik yang notabene berbeda dengan konsentrasinya di bidang hukum tata negara bukan tanpa konsekuensi. Sebab sebagai dosen (PNS), bila mengambil studi lanjut di luar bidangnya tidak akan dihitung untuk jenjang kepangkatan. Karena itulah selepas lulus dari Program S-2 Ilmu Politik, Mahfud kemudian mengikuti pendidikan Doktor (S-3) dalam Ilmu Hukum Tata Negara di Program Pasca Sarjana UGM sampai akhirnya lulus sebagai doktor (1993). Disertasi doktornya tentang “Politik Hukum” cukup fenomenal dan menjadi bahan bacaan pokok di program pascasarjana bidang ketatanegaraan pada berbagai perguruan tinggi karena pendekatannya yang mengkombinasikan dua bidang ilmu yaitu ilmu hukum dan ilmu politik.

Dalam sejarah pendidikan doktor di UGM, Mahfud tercatat sebagai peserta pendidikan doktor yang menyelesaikan studinya dengan cepat. Pendidikan S-3 di UGM itu diselesaikannya hanya dalam waktu 2 tahun 8 bulan. Sampai saat itu (1993) untuk bidang Ilmu-Ilmu Sosial di UGM hampir tidak ada yang bisa menyelesaikan secepat itu, rata-rata pendidikan doktor diselesaikan selama 5 tahun. Tentang kecepatannya menyelesaikan studi S-3 itu Mahfud mengatakan bukan karena dirinya pandai atau memiliki keistimewaan tertentu, malainkan karena ketekunan dan dukungan dari para promotornya yaitu Prof. Moeljarto Tjokrowinoto, Prof. Maria SW Sumardjono, dan Prof. Affan Gaffar. Selain selalu tekun membaca dan menulis di semua tempat untuk keperluan disertasinya, ketiga promotor tersebut juga mengirim Mahfud ke Amerika Serikat, tepatnya ke Columbia University (New York) dan Northern Illinois University (DeKalb) untuk melakukan studi pustaka tentang politik dan hukum selama satu tahun.

Ketika melakukan studi pustaka di Pusat Studi Asia, Columbia University, New York Mahfud berkumpul dengan Artidjo Alkostar, senior dan mantan dosennya di Fakultas Hukum UII yang sekarang menjadi hakim agung, sedangkan ketika menjadi peneliti akademik di Northern Illinois University, DeKalb Mahfud berkumpul dengan Andi A. Mallarangeng yang sekarang menjadi juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika itu Andi Mallarangeng menjadi Ketua Perhimpunan Muslim di wilayah itu sehingga Mahfud diberi satu kamar tanpa menyewa di sebuah kamar yang dijadikan masjid dan tempat berkumpulnya keluarga mahasiswa muslim di berbagai negara. Perjalanan karier pekerjaan dan jabatan Mahfud MD termasuk langka dan tidak lazim karena begitu luar biasa. Bagaimana tidak, dimulai dari karier sebagai kemudian secara luar biasa mengecap jabatan penting dan strategis secara berurutan pada tiga cabang kekuasaan, eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Biografi Mahfud MD

Akademisi

Mahfud MD memulai karier sebagai dosen di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, pada tahun 1984 dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pada 1986-1988, Mahfud dipercaya memangku jabatan Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara FH UII, dan berlanjut dilantik menjadi Pembantu Dekan II Fakultas Hukum UII dari 1988 hingga 1990. Pada tahun 1993, gelar Doktor telah diraihnya dari Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Berikutnya, jabatan sebagai Direktur Karyasiswa UII dijalani dari 1991 sampai dengan 1993. Pada 1994, UII memilihnya sebagai Pembantu Rektor I untuk masa jabatan 1994-1998. Di tahun 1997-1999, Mahfud tercatat sebagai Anggota Panelis Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Mahfud sempat juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana UII pada 1998-2001. Dalam rentang waktu yang sama yakni 1998-1999 Mahfud juga menjabat sebagai Asesor pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Puncaknya, Mahfud MD dikukuhkan sebagai Guru Besar atau Profesor bidang Politik Hukum pada tahun 2000, dalam usia masih relatif muda yakni 40 tahun.

Mahfud tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII pertama yang meraih derajat Doktor pada tahun 1993. Dia meloncat mendahului bekas dosen dan senior-seniornya di UII, bahkan tidak sedikit dari bekas dosen dan senior-seniornya yang kemudian menjadi mahasiswa atau dibimbingnya dalam menempuh pendidikan pascasarjana. Didukung oleh karya tulisnya yang sangat banyak, baik dalam bentuk buku, jurnal, maupun makalah ilmiah, dari Lektor Madya, Mahfud melompat lagi, langsung menjadi Guru Besar. Jika dihitung dari awal menjadi dosen sampai meraih gelar guru besar, Mahfud hanya membutuhkan waktu 12 tahun. Hal itu menjadi sesuatu yang cukup berkesan baginya. Sebab umumnya seseorang bisa merengkuh gelar Guru Besar minimal membutuhkan waktu 20 tahun sejak awal kariernya. Dengan rentang waktu tersebut, Mahfud memegang rekor tercepat dalam sejarah pencapaian gelar Guru Besar. Pencapain itu diraih Mahfud saat usianya baru menginjak 41 tahun. Tidak heran jika pada waktu itu, Mahfud tergolong sebagai Guru Besar termuda di zamannya. Satu nama yang dapat disejajarkan adalah Yusril Ihza Mahendra, yang juga meraih gelar Guru Besar pada usia muda.

Eksekutif

Karier Mahfud MD kian cemerlang, tidak saja dalam lingkup akademik tetapi masuk ke jajaran birokrasi eksekutif di level pusat ketika di tahun 1999-2000 didaulat menjadi Pelaksana Tugas Staf Ahli Menteri Negara Urusan HAM (Eselon I B). Berikutnya pada tahun 2000 diangkat pada jabatan Eselon I A sebagai Deputi Menteri Negara Urusan HAM, yang membidangi produk legislasi urusan HAM. Belum cukup sampai di situ, kariernya terus menanjak pada 2000-2001 saat mantan aktivis HMI ini dikukuhkan sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Sebelumnya, Mahfud ditawari jabatan Jaksa Agung oleh Presiden Abdurrahman Wahid tetapi menolak karena merasa tidak memiliki kemampuan teknis. Selain menjadi Menteri Pertahanan, Mahfud sempat pula merangkap sebagai Menteri Kehakiman dan HAM setelah Yusril Ihza Mahendra diberhentikan sebagai Menteri Kehakiman dan HAM oleh Presiden Gus Dur pada 8 Februari 2001. Meski diakui, Mahfud tidak pernah efektif menjadi Menteri Kehakiman karena diangkat pada 20 Juli 2001 dan Senin, 23 Juli, Gus Dur lengser. Sejak itu Mahfud menjadi Menteri Kehakiman dan HAM demisioner.

Legislatif

Ingin mencoba dunia baru, Mahfud MD memutuskan terjun ke politik praktis. Mahfud sempat menjadi Ketua Departemen Hukum dan Keadilan DPP Partai Amanat Nasional (PAN) di awal-awal partai itu dibentuk dimana Mahfud juga turut membidani. Sempat memutuskan untuk kembali menekuni dunia akademis dengan keluar dari PAN dan kembali ke kampus. Meski memulai karier di PAN, Mahfud tak meneruskan langkahnya di partai yang dia deklarasikan itu, justru kemudian bergabung dengan mentornya, Gus Dur di Partai Kebangkitan Bangsa. Tidak menunggu lama, Mahfud dipercaya menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 2002-2005. Di tengah-tengah kesibukan berpolitik itu, Universitas Islam Kadiri (Uniska) meminang Mahfud MD untuk menjadi Rektor periode 2003-2006. Meski bersedia, namun beberapa waktu kemudian Mahfud mengundurkan diri karena khawatir tidak dapat berbuat optimal saat menjadi Rektor akibat kesibukan serta domisilinya yang di luar Kediri. Kiprahnya terus berlanjut, kali ini di dunia politik, Mahdud terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2004-2008. Mahfud MD bertugas di Komisi III DPR sejak 2004.bersama koleganya di Fraksi Kebangkitan Bangsa. Namun sejak 2008, Mahfud MD berpindah ke Komisi I DPR. Di samping menjadi anggota legislatif, sejak 2006 Mahfud juga menjadi Anggota Tim Konsultan Ahli pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham).

Yudikatif

Belum puas berkarier di eksekutif dan legislatif, Mahfud MD mantap menjatuhkan pilihan mengabdi di ranah yudikatif untuk menjadi hakim konstitusi melalui jalur DPR. Setelah melalui serangkaian proses uji kelayakan dan kepatutan bersama 16 calon hakim konstitusi di Komisi III DPR akhirnya Mahfud bersama dengan Akil Mochtar dan Jimly Asshiddiqie terpilih menjadi hakim konstitusi dari jalur DPR. Mahfud MD terpilih menggantikan hakim Konstitusi Achmad Roestandi yang memasuki masa purna tugas. Pelantikannya menjadi Hakim Konstitusi terhitung sejak 1 April 2008, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 14/P/Tahun 2008, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 2008. Selanjutnya, pada pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang berlangsung terbuka di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 19 Agustus 2008, Mahfud MD terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 menggantikan ketua sebelumnya, Jimly Asshiddiqie. Dalam pemungutan suara, Mahfud menang tipis, satu suara yakni mendapat 5 suara sedang Jimly 4 suara. Secara resmi, Mahfud MD dilantik dan mengangkat sumpah Ketua Mahkamah Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, pada Kamis 21 Agustus 2008.

Biografi Mahfud MD

Disela-sela kesibukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD selalu menyempatkan waktunya untuk mengajar, biasanya di hari Sabtu dan Minggu. Mahfud terbiasa dengan kondisi demikian, sebab dari awal karier, Mahfud memang berkeinginan menjadi pengajar, jiwa yang dimiliki adalah jiwa untuk mengajar. Hal ini sudah tampak sejak Mahfud kecil bercita-cita ingin menjadi guru ngaji. Setelah kuliah, Mahfud ingin menjadi dosen, karena suka melihat dosen-dosen yang kreatif dan suka berdebat. Bahkan Mahfud sering bolos bila dosen yang mengajar adalah dosen yang tidak kreatif.

Referensi :

- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=1
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=3
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=4
- http://www.mahfudmd.com/index.php?page=web.BiografiDetail&id=9

Kumpulan Biografi Tokoh Terkenal dan Tokoh Indonesia Lengkap www.kolom-biografi.blogspot.com

Senin, 17 Desember 2012

Biografi Prabowo Subianto

Prabowo Subianto, Pengusaha, Capres, Politikus, Pemimpin
Prabowo Subianto dilahirkan dengan nama lengkap Prabowo Subianto Djojohadikusumo, Ia sudah banyak pengalaman di berbagai bidang seperti Militer, Pengusaha serta Dunia Politik yang ia geluti akhir-akhir ini. Di Pemilu 2014 yang akan datang Ia diusung oleh Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) untuk maju menjadi Calon Presiden Republik Indonesia tahun 2014 setelah gagal dalam pemilu 2009 serta 2004 yang lalu. banyak Kontroversi yang di alamatkan kepada Prabowo Subianto semasa ia berkarier Militer. Prabowo Subianto dilahirkan pada tanggal 17 Oktober 1951, Prabowo Subianto merupakan anak dari pakar Ekonomi Indonesia pada zaman Soekarno dan Soeharto yaitu Prof Soemitro Djojohadikusumo, Prabowo Subianto juga merupakan cucu dari Pendiri Bank Indonesia dan juga anggota BPUPKI untuk kemerdekaan Indonesia yaitu Raden Mas Margono Djojohadikusumo.

Dilihat dari Keluarganya Prabowo Subianto memiliki dua orang kakak perempuan yang bernama Bintianingsih dan Mayrani Ekowati, serta satu orang adik laki-laki yang kini menjadi seorang pengusaha handal yang bernama Hashim Djojohadikusumo. Pada tahun 1970, Prabowo Subianto memulai kariernya saat ia mendaftarkan diri di Akademi Militer Magelang, Ia kemudian Lulus pada tahun 1974 dari Akademi Militer, kemudian pada tahun 1976 Prabowo ditugaskan sebagai Komandan Pleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan ditugaskan sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur.

Prabowo Subianto kemudian menikah dengan Titiek yang merupakan anak Presiden Soeharto. Pernikahan Prabowo dengan titiek berakhir tidak lama setelah Soeharto mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Dari pernikahannya dengan Titiek, Prabowo dikaruniai seorang anak, Didiet Prabowo. Didiet tumbuh besar di Boston, AS dan sekarang tinggal di Paris, Perancis sebagai seorang desainer. Setelah kembali dari Timor Timur, karir militernya Prabowo terus melejit. Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus). Setelah menyelesaikan pelatihan "Special Forces Officer Course" di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara.

Prabowo Subianto, Pengusaha, Capres, Politikus, Pemimpin

Banyak Kontroversi dan Dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Prabowo Subianto saat ia berkarier di bidang Militer, Pada tahun 1983, kala itu masih berpangkat Kapten, Prabowo diduga pernah mencoba melakukan upaya penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk Jendral LB Moerdani, namun upaya ini kabarnya digagalkan oleh Mayor Luhut Panjaitan, Komandan Den 81/Antiteror. Prabowo sendiri adalah wakil Luhut saat itu. Pada tahun 1990-an, Prabowo diduga terkait dengan sejumlah kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Pada tahun 1995, ia diduga menggerakkan pasukan ilegal yang melancarkan aksi teror ke warga sipil. Peristiwa ini membuat Prabowo nyaris baku hantam dengan Komandan Korem Timor Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki Sjahnakrie, di kantor Pangdam IX Udayana. Sejumlah lembaga internasional menuntut agar kasus ini dituntaskan. Menurut pakar hukum Adnan Buyung Nasution, kasus ini belum selesai secara hukum karena belum pernah diadakan pemeriksaan menurut hukum pidana.

Pada tahun 1997, Prabowo diduga mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-Reformasi. Setidaknya 13 orang, termasuk seniman 'Teater Rakyat' Widji Thukul, aktivis Herman Hendrawan, dan Petrus Bima hilang dan belum ditemukan hingga sekarang. Mereka diyakini sudah meninggal. Prabowo sendiri mengakui memerintahkan Tim Mawar untuk melakukan penculikan kepada sembilan orang aktivis, diantaranya Haryanto Taslam, Desmond J Mahesa dan Pius Lustrilanang.

Namun demikian, Prabowo belum diadili atas kasus tersebut walau sebagian anggota Tim Mawar sudah dijebloskan ke penjara. Sebagian korban dan keluarga korban penculikan 1998 juga belum memaafkan Prabowo dan masih terus melanjutkan upaya hukum. Sebagian berupaya menuntut keadilan dengan mengadakan aksi 'diam hitam kamisan', aksi demonstrasi diam di depan Istana Negara setiap hari Kamis. Sebagian lagi telah bergabung denga kepengurusan Partai Gerakan Indonesia Raya, bahkan duduk di DPR RI. Haryanto Taslam yang telah menjadi anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, mengatakan "Prabowo sudah minta maaf pada saya. Dia juga mengajak saya bergabung untuk membangun negara ini. Saya adalah korban Prabowo dan Prabowo adalah korban politik saat itu. Dia juga korban. Prabowo hanya merupakan tentara yang mematuhi perintah atasannya. Ide penculikan bukan dari Prabowo. Rezim Orde Baru saat itu pun represif. Jika bukan Prabowo pasti orang lain yang akan diperintah untuk menculik."

Prabowo juga diduga mendalangi Kerusuhan Mei 1998 berdasar temuan Tim Gabungan Pencari Fakta. Dugaan motifnya adalah untuk mendiskreditkan rivalnya Pangab Wiranto, untuk menyerang etnis minoritas, dan untuk mendapat simpati dan wewenang lebih dari Soeharto bila kelak ia mampu memadamkan kerusuhan. Juga pada Mei 1998, menurut kesaksian Presiden Habibie dan purnawirawan Sintong Panjaitan, Prabowo melakukan insubordinasi dan berupaya menggerakkan tentara ke Jakarta dan sekitar kediaman Habibie untuk kudeta. Karena insubordinasi tersebut ia diberhentikan dari posisinya sebagai Panglima Kostrad oleh Wiranto atas instruksi Habibie. Masalah utama dari kesaksian Habibie ialah bahwa sebenarnya, pasukan-pasukan yang mengawal rumahnya adalah atas perintah Wiranto, bukan Prabowo. Pada briefing komando tanggal 14 Mei 1998, panglima ABRI mengarahkan Kopassus mengawal rumah-rumah presiden dan wakil presiden. Perintah-perintah ini diperkuat secara tertulis pada tanggal 17 Mei 1998 kepada komandan-komandan senior, termasuk Sjafrie Sjamsoeddin, Pangdam Jaya pada waktu itu.

Prabowo Subianto, Pengusaha, Capres, Politikus, Pemimpin

Prabowo yakin ia bisa saja melancarkan kudeta pada hari-hari kerusuhan di bulan Mei itu. Tetapi yang penting baginya ia tidak melakukannya.
“Keputusan memecat saya adalah sah,” katanya. “Saya tahu, banyak di antara prajurit saya akan melakukan apa yang saya perintahkan. Tetapi saya tidak mau mereka mati berjuang demi jabatan saya. Saya ingin menunjukkan bahwa saya menempatkan kebaikan bagi negeri saya dan rakyat di atas posisi saya sendiri. Saya adalah seorang prajurit yang setia. Setia kepada negara, setia kepada republik”
Setelah berhenti berkarier dari Dunia Militer, Prabowo Subianto kemudian memulai peruntungannya menjadi seorang Pengusaha mengikuti jejak adiknya yaitu Hashim Djojohadikusumo. Karir Prabowo sebagai pengusaha dimulai dengan membeli Perusahaan Kertas yaitu Kiani Kertas, perusahaan pengelola pabrik kertas yang berlokasi di Mangkajang, Kalimantan Timur, yang sebelumnya Kiani Kertas dimiliki oleh Bob Hasan, pengusaha yang dekat dengan Presiden Suharto. Prabowo Subianto membeli Kiani Kertas menggunakan pinjaman senilai Rp. 1,8 triliun dari Bank Mandiri. Selain mengelola Kiani Kertas, yang namanya diganti oleh Prabowo menjadi Kertas Nusantara, kelompok perusahaan Nusantara Group yang dimiliki oleh Prabowo juga menguasai 27 perusahaan di dalam dan luar negeri. Usaha-usaha yang dimiliki oleh Prabowo bergerak di bidang perkebunan, tambang, kelapa sawit, dan batu bara.

Banyak kalangan menilai, Prabowo cukup sukses dalam berusaha. Pada Pilpres 2009, Prabowo ialah cawapres terkaya, dengan total asset sebesar Rp 1,579 Triliun dan US$ 7,57 juta, termasuk 84 ekor kuda istimewa yang sebagian harganya mencapai 3 Milyar per ekor serta sejumlah mobil mewah seperti BMW 750Li dan Mercedes Benz E300. Kekayaannya ini besarnya berlipat 160 kali dari kekayaan yang dia laporkan pada tahun 2003. Kala itu ia hanya melaporkan kekayaan sebesar 10,153 Milyar

Prabowo Subianto, Pengusaha, Capres, Politikus, Pemimpin

Setelah sukses menjadi seorang pengusaha, Prabowo Subianto kemudian memulai peruntungan kariernya di bidang politik, Prabowo Subianto mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Golkar pada Konvesi Capres Golkar 2004. Meski lolos sampai putaran akhir, akhirnya Prabowo kandas di tengah jalan. Ia kalah suara oleh Wiranto. Kemudian pada tahun 2009, Prabowo Subianto memulai peruntungannya kembali menjadi Calon Presiden pada pemilu 2009 namun, ia akhirnya menjadi Calon wakil Presiden mendampingi Megawati yang maju menjadi Calon Presiden Republik Indonesia namun hasil pemilihan umum berkata lain, Megawati yang berpasangan dengan Prabowo Subianto kalah dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono yang menajdi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Di pemilu 2014 akan datang Partai Gerakan Indonesia Raya telah menyatakan akan mengusung Prabowo sebagai calon presiden pada pemilihan presiden 2014. Prabowo sendiri sudah menyatakan kesediaannya untuk dicalonkan sebagai presiden, jika mendapat dukungan dari rakyat

Referensi :

- http://id.wikipedia.org/wiki/Prabowo_Subianto

Kumpulan Biografi Tokoh Terkenal dan Tokoh Indonesia Lengkap www.kolom-biografi.blogspot.com
 

BIOGRAFI Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger